Thursday, December 15, 2005

Boleh bertemu sebentar?

Saya mungkin hanyalah sebutir pasir dalam segenggam pasir yang kamu miliki. Entah kamu sadar atau tidak akan keberadaan saya. Saya sendiri tidak tahu dan hanya bisa berharap saya cukup diperhitungkan buat kamu. Setiap kali saya berusaha mencuri perhatian kamu, seketika itu juga seisi jagad ini rasanya menyerang saya dan membuat kaki saya lemas terkulai. Menghalangi saya untuk tampil di depan kamu. Seperti ada tembok besar menyelak. Keinginan saya hanya ingin mencuri sedikit perhatian kamu, menginginkan kamu menoleh sebentar melihat saya. Ha ha ha, menyedihkan bukan? Yeah, saya akui itu menyedihkan sekali.

Kalau saya pikir-pikir betapa bodohnya diri saya ini. Kata orang pintar, orang bodoh itu tidak layak hidup. Lebih kejamnya lagi, katanya, tidak layak mendapat bagian udara segar yang berhembus setiap pagi. Saya terkadang juga berpikir demikian kalau sedang putus asa, sedang nelangsa tanpa pikiran yang jelas. Tapi apakah saya sebodoh itu. Ah, tidak juga sepertinya. Saya cukup pintar untuk bertahan hidup. Buktinya saya masih ada sampai sekarang. Benar tidak? Ah, mungkin itu hanya cara saya menghibur diri saja. Sebenarnya saya sedang menjalani hidup yang tidak lagi hidup. Entahlah mana yang benar.

Asal kamu tahu bahwa tidak semua orang seperti saya, lho. Saya punya beberapa kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Ha ha ha, lagi-lagi saya menghibur diri. Tapi benar kok saya punya beberapa kelebihan dibanding orang lain. Saya pintar berbicara, cepat berpikir dan cukup lucu. Itu sebuah kelebihan bukan, yah? Atau hanya kekurangan yang tidak saya sadari. Ah, masa bodo dengan apa kata orang. Yang penting saya merasa itu kelebihan. Itu jauh lebih penting bukan.

Hei, kenapa kamu tidak menyahut, minimal menanggapi, saat saya bertanya atau berkata-kata. Saya seperti berbicara sendiri. Huh, sangat menyebalkan merasa dekat dengan kamu yang jauh. Atau jangan-jangan ini bukan karena kamu yang jauh tapi saya yang telah menjauh dari kamu?

Jujur saja, saya selalu merasa kesepian saat tidak ada kamu. Hari-hari saya seperti hari libur yang sangat panjang. Mengerti kan maksudnya. Rasanya seperti mengisi botol air dengan angin dari si tukang tambal ban. Hi hi hi ... walaupun kadang-kadang saya rasa hal itu menyenangkan juga. Tidak memerlukan banyak tenaga atau pikiran. Duh, pemalas sekali yah saya ini. Maunya serba jadi, tinggal menikmati tanpa mau bekerja keras. Dasar pengecut! Yah, mungkin itu kata-kata yang tepat untuk saya jika dilihat dari kacamata kamu dan semua orang yang tahu tentang saya. Tidak apa-apa kok, saya bisa mengerti kalau kamu ingin mengatakan itu. Saya sendiri sering kali merasa seperti itu jauh di dalam hati saya.

Mmmh, ingat tidak saat pertama kali kita bertemu? Saat itu saya menangis dan mata saya bengkak, tidak seperti biasanya kalau saya menangis. Mungkin itu salah satu tangisan saya yang tercengeng sepanjang hidup. Saat itu saya ingat saya pernah mengatakan apa pun yang terjadi dalam hidup saya, saya tidak akan pernah meninggalkan kamu. Ingat tidak? Kalau saya ingat, harusnya kamu juga ingat masa-masa itu. Karena saya hanya pernah mengatakan hal itu satu kali selama nyaris 10 tahun kita kenal. Tahu nggak kamu kalau saya selalu ingat kata-kata itu. Itu kata-kata yang selalu saya pegang sampai hari ini. Kata-kata itu yang selalu menjadi senjata saya saat saya kalah berperang dan tergeletak nyaris mati diserbu tentara-tentara hitam, gelap dan jelek itu. Pernah saya kalah dan berpikir untuk melanggar janji saya itu, tapi saya ingat lagi kalau janji itu bukan pemanis di bibir tapi hutang hidup. Naif yah saya ini. Tapi itulah saya. Sebusuk-busuknya mangga, saya tetap akan mengatakan itu mangga. Sejorok-joroknya gembel, saya akan kekeuh mengatakan dia tetap manusia seperti semua orang yang saya lihat di dalam mall atau mikrolet.

Pertama kali saya berjalan bersama kamu, tahu tidak kamu saya merasa dunia ini adalah milik saya dan yang lain kontrak. He he he ... Tapi masa-masa itu sudah lewat. Saya merindukan masa-masa seperti itu. Masa-masa dimana hanya ada saya dan kamu. Masa-masa saya bisa menyentuh kamu dan memeluk kamu. Kira-kira bisa tidak yah saya berdoa dan berharap masa-masa itu kembali lagi? Bisa tidak yah saya gadaikan seluruh harta milik seperti motor, handphone atau kamera digital saya untuk merasakan masa-masa itu lagi? Bisa tidak waktu itu berputar lagi untuk kesekian kalinya? Ya ya ya, saya tahu itu tidak bisa dibeli oleh uang. Tidak dijual untuk orang seperti saya lebih tepatnya.

Sial sial sial, sungguh sial saya ini ... saya telah menggadaikan kamu hanya demi ego saya. Saya gadaikan kamu dengan sepiring kwetiaw goreng kesukaan saya di daerah Hayam Wuruk. Ya sudahlah, itu sudah menjadi resiko saya. Sudah menjadi sebuah tanggung jawab yang harus saya pikul selama udara masih keluar masuk dari hidung atau mulut saya.

Lho kok kamu menangis, sih? Sudahlah jangan menangisi saya nanti saya ikut menangis, lho. Saya meski telah memakai anting 4 buah, termasuk pria yang melow:p. Saya memang telah membuat salah yang tidak tertebus. Saya minta maaf, meski saya selalu merasa diri saya tidak termaafkan. Never mind, it's my own problem. Tapi ingat yah janji saya 10 tahun lalu itu, saya tidak akan pernah meninggalkan kamu sekalipun saya ada di dasar lubang tergelap sekalipun. Lebih tepatnya, kamu yang tidak pernah meninggalkan saya. Oh ya, setiap kali saya ingin meninggalkan kamu, ingatkan saya untuk membaca tulisan ini lagi yah. Kalau tulisan ini sudah hilang, ingatkan memori itu lagi yah. Kan itu ada di dalam kepala saya selamanya, tinggal kamu klik saja otak saya.

Ini bukan tulisan untuk mengucapkan selamat tinggal. Saya hanya ingin sedikit menyampaikan sesuatu yang tidak bisa saya sampaikan dalam bentuk kata-kata selama ini. Saya harap 5,10, 20 atau 30 tahun yang akan datang hubungan kita akan semakin membaik. Itu pun kalau saya masih bertahan hidup sampai umur 60an. Setidaknya saya punya tujuan dan harapanlah. Itu yang membuat manusia tetap hidup, bukan. He he he ... sok sekali yah saya ini, seperti dosen saja.

Oh ya, saya ingin bilang, mumpung masih sempat, kalau kamu itu seperti kelap kelip lampu kota Jakarta di daerah Sudirman saat malam hari. Warnanya memang tidak terang benderang seperti lampu di meja kerja saya tapi cahayanya tidak terlupakan buat setiap orang yang melihatnya meski hanya sekejab mata. Charming-lah istilahnya kalau diibaratkan dalam wujud manusia ...

Goodnite my treasure, goodnite my lovely one, goodnite my life, goodnite my breath, goodnite my bestfriend, goodnite my everything.

nb:Sungguh lega hati saya bertemu kamu lagi setelah kurang lebih 4 tahun tidak bertemu. Meski cuma 2 jam, cukuplah itu untuk menceritakan yang tidak terungkapkan selama ini.

Wednesday, October 5, 2005

Cerita Dua Teman Kantor ...

October 5th, 2005
Buat dua teman kantor yang sudah jadi teman gue ...

Pagi ini cukup sepi di kantor gue. Mungkin karena ada sebagian teman kantor nggak masuk dan sebagian lagi lebih diam dari biasanya. Maklum hari pertama bulan puasa. Tapi, mulai lewat dari jam makan siang, sekitar jam 2 siang, kantor gue mulai seperti biasanya, rame, ribut, banyak yang lalu lalang. Tapi gak tau kenapa gue tetap merasa ada yang kurang dan itu membuat gue merasa keadaan kantor lebih sepi dari biasanya.

Setelah gue pulang dari sebuah press confrence, sekitar jam 7 malam, ternyata gue baru 'ngeh' kalo kurang dari 2 bulan terakhir ini ada 2 orang teman kantor gue yang keluar. Mungkin karena gak ada mereka kantor gue jadi agak sepi.

Sedikit tentang mereka. Yang keluar pertama itu, senior gue di kantor, sekitar 1 bulan sebelum teman gue yang satunya keluar. Anggaplah namanya A. Gue kenal dia sejak 4 tahun lalu, waktu gue baru-baru terjun di dunia media. Tidak gue sangka memang kalau akhirnya gue jadi satu kantor sama dia karena awalnya gue dan dia hanya sering ketemu di lapangan aja kalo ada liputan. Teman gue satu ini punya kebiasaan cukup unik. Dia suka pulang pagi dari kantor, kadang ketiduran di kursi kantor, kadang karena kerjaan. Katanya sih begitu. Ha ha ha ... lucu juga kalo dipikir-pikir. Bisa ketiduran di kantor sampe jam 6 pagi, terus pas bangun langsung pulang ke rumah dan jam 9 paginya ngantor lagi. Pas weekend dia juga suka masuk kantor, gak tau alasannya apa. Mungkin aja karena gak ada kerjaan di kos-nya. Mirip gue juga sih, tipe orang yang lebih merasa nyaman di kantor ketimbang di rumah. Weird, huh? Oh ya, si A ini juga gak tau kenapa senang banget jentik-jentik-in jempol tangannya di ujung rambut teman-teman gue. Awalnya sih teman2 gue, terutama yang cewek, pada risih. Tapi karena udah kebiasaan, akhirnya lama lama mereka jadi cuek aja. Yah, untungnya bukan pake jempol kaki, bisa jadi racun mematikan :p. Katanya dia gak bisa hilangin kebiasaan itu. Apa rasanya buat dia gue gak tau. Pernah gue nyoba lakuin itu, tapi rasanya cuma geli-geli aja di jempol. Well, dia pasti punya reason sendiri, entah apa.

Teman gue yang kedua, anggaplah namanya si B. Dia masuk tempat kerja gue tepat sebulan sebelum gue masuk. Pertama kali ketemu kesan pertama gue tentang dia, orangnya rapi. That's all. Dan benar, setelah sekitar 7 bulan kenal, dia memang orang yang rapi dalam beberapa hal. Ternyata selain rapi banyak hal lain yang menarik tentang si B. Dia orang yang cukup pemalu, setidaknya di lingkungan teman-teman kantor. Makanya gak heran kalo di kantor dia sering jadi bulan-bulanan alias sering dikerjain dan diledekin. Kasian juga sih, tapi ternyata cara ini cukup berhasil membuat dia lebih terbuka. Setidaknya kadang dia bisa mulai merespon ledekan dengan meledek balik. Pernah suatu hari teman kantor gue yang lainnya bilang 'kalo ibarat rantai makanan, si B nih rantai yang pertama.' Ha ha ha ... gue sih ketawa aja dengarnya sekaligus cukup setuju dengan statement itu. Sialnya, sepertinya gue ini dianggap rantai makanan kedua setelah si B ... Gak terasa sikap si B ini justru membuat gue dan teman2 gue yang lain merasa cukup terhibur di kantor, terutama kalo kita lagi pada bingung mau ngapain, pasti yang kepikiran pertama itu ngerjain dia. Pernah waktu dia lagi ngantuk berat dan ketiduran di kursinya, gue isengin. Gue telpon aja extention-nya dia dan karena dia pasang volume yang high, akhirnya dia terbangun dan pas dia angkat, gue bilang aja 'katanya mau tidur.' Ha ha ha ... jahat juga kalo dipikir-pikir. Don't take it serious yah friend, it just for fun :p.

Itulah dua teman gue yang keluar dari kantor. Masing-masing mereka menoreh kenangan baik dan buruk sendiri buat gue. Total gue kenal mereka sekitar 7 bulan as a partner, tapi rasanya udah kenal lama and now, gue cukup merasa kehilangan mereka as a partner. Mungkin karena gue udah merasa 'klik' kerja bareng mereka meski kadang terjadi hal menyebalkan juga. But that's life and life goes on, right? People come and go in our life ... toh, masih tetep bisa ketemu lagi di luar sana, meski bukan sebagai teman kerja lagi tapi hanya sebagai teman.

Well ... wish the best for both of you. Good luck out there. Ingat kata-kata gue yang selalu 'nempel' di email-email gue, 'Rest if you must, but don't quit.'

See you around, guys!

Wednesday, June 15, 2005

Sejauh Dua Tangan

Di manakah Kamu?
Aku berteriak, meringis dan meraung
Tidakkah Kamu mendengarnya, meski sepatah kata?
Tidakkah Kamu tahu apa yang aku rasakan?

Hampir mati aku dibuatnya
Perasaan ini seperti hidup dan menggerogoti relung hatiku
Bergerak perlahan kesana kemari tanpa henti
Dia tidak mengenal lelah

Kenapa Kamu terasa begitu jauh?
Sampai tanganku tidak sanggup menggapainya
Rasanya seluruh kakiku terpaku di tempatku berdiri
Aku seperti dibius total, tidak berdaya

Saat berkaca, kadang aku menangisi diriku
Bahkan aku menghina diriku sendiri
Tapi mengapa Kamu tetap diam dan tidak bertindak?
Sejauh itukah diriku untuk Kamu pegang?
Sudah matikah waktuku bagiMu?

Di mana tanganMu yang gagah perkasa?
Yang pernah melumerkan benteng hatiku
Di mana sayapMu yang terbentang lebar?
Yang pernah menaungi aku dari terik matahari

Dalam gelapnya lembah aku terus berpikir
Mungkin bukan Kamu yang diam atau pergi menjauh
Dalam pekatnya malam aku sadari aku tergantung mati
Semua karena sedemikian hebat cintaku terhadap hitam

Waktu ternyata terus berputar
Tidak pedulikan seberapa kokoh aku menghalanginya
Tapi tidak masalah, karena sekarang aku tahu di mana Kamu
Tidak jauh dari saat aku menumpukan jari-jari kedua tanganku

Ya, aku yakin Kamu yang memegangku erat
Kurasakan lagi eratnya pelukan itu
Dekapan yang pernah menghangatkanku
Senyuman yang mewujudkan sejuta inginku

### Dear Lord, if there's someone who never leaves me it must be You ###

Wednesday, May 11, 2005

Kangen

Aku tergeletak tidak berdaya
Semua yang kulakukan terlihat salah
Saat ku makan, mandi, bahkan tidur tadi malam
Entah kenapa hal ini menyerang tiba-tiba

Ku coba berteriak, namun hanya ada gema
Ku berlari pun tidak banyak membantu
Kuputuskan berpikir apa yang salah pada diriku
Tapi, tetap saja aku hanya bertemu sepi

Tidak tahu lagi harus pergi kemana
Aku harus bergerak atau harus berdiam
Pilihan ini membuat aku bingung setengah mati
Fiuh ... aku tergeletak, benar-benar tidak berdaya.

Akhirnya, kuberanikan diri mencari kamu
Kamu yang baru aku temui semalam
Ajaib, rasa itu menghilang dalam sekejap
Ternyata, aku kangen kamu ...

Friday, February 18, 2005

Susahnya Belajar Sabar!

Sekitar 3 hari terakhir gue flu berat. Gak tau apa penyebabnya. Mungkin sih gara-gara debu di kamar gue. Maklum tuh kamar jarang gue urusin, soalnya cuma buat tidur aja dari malem sampe pagi. That's all. Kalo liburan, gue lebih pilih tidur di kamar nyokap gue di lantai bawah, lebih adem. Pernah gue itung-itung, ternyata dalam setahun belum tentu gue bersihin tuh kamar. He he he ... Nggak heran juga 'kan kalo akhirnya gue sering flu. Nah, untungnya gue punya mbak yang selalu beresin kamar gue tiap kali berantakan. Thanks God! Tapi, karena dia udah punya umur, jadi beresinnya pun seadanya. But, it's okay. Dari pada nggak sama sekali. Right or right?

Back to the topic. Nah, gue punya kebiasaan rada jelek kalo flu berkepanjangan. Bawaannya nggak sabaran dan pengen marah. Gue nggak tau dengan orang lain, mungkin ada yang seperti itu juga. Contohnya, kalo lagi di jalan, kebetulan gue suka naik motor kalo kemana-mana, ada yang lelet banget bawa motornya, pasti deh gue kesel dan klaksonin terus tuh orang terus biar minggir. Kalo lagi nggak flu sih, gue nggak begitu-begitu amat, loh. Terus, contoh lagi, kalo misalnya pencet sms dan pas send messages, failed, apalagi udah nunggu lama. Wah, itu rasanya mau meledak. But, anyway, gue ngerasa kadang hal-hal seperti itu dateng ke gue buat melatih kesabaran gue. Maksudnya, kesabaran gue akan segala hal. Yah, bisa dibilang gue tipe cowok yang kalo lakuin apa-apa, maunya cepet. Tapi, bukan cepet yang asal-asalan, loh. Cepetnya penuh perhitungan. Mungkin itu dia, nggak segala sesuatu itu bisa dilakukan dengan cepat. Kadang ada hal yang need to spend more time.

Yeah, mungkin lewat flu, gue bisa belajar apa arti sabar. Sabar seperti kalo gue lagi nggak flu. Soalnya, bukan maksud menggurui nih, ada yang pernah bilang, segala sesuatu itu baru bisa dibilang tulus kalo kita melakukannya dalam keadaan yang justru tidak kita harapkan. Ngerti, nggak? Maksudnya begini, gimana mungkin kita bisa belajar sabar dalam keadaan yang baik dan semuanya berjalan mulus seperti yang kita inginkan. Kalo begitu, tentu aja semua orang bisa sabar, bukan? Tapi, kita baru bisa benar-benar dibilang sabar kalau kita sanggup menunjukkan kesabaran kita di kondisi yang seharusnya kita tidak sabar.

Wednesday, February 16, 2005

Sudah Separuh Masa

Aku berjalan tanpa arah
Meraba dinding yang gelap dan tak bertepi
Tertatih, menyeret tubuh yang lunglai
Terluka, perih dan terasa sakit

Mencoba bertahan di tengah teriakan
Yang mendengung panjang di telinga
Tidak habis sekalipun terlelap
Atau pun terjaga di pagi hari

Haruskah aku berlari sepanjang jalan?
Tidakkah ada kesempatan untuk berdiam
Sekedar melihat indah dunia yang semestinya
Ku lelah, jenuh dan ingin menangis

Tidak! Aku tidak boleh berhenti
Separuh masa telah kutempuh
Harus kuselesaikan perjalanan mendaki ini
Pasti setitik cahaya menanti di ujung sana

Thursday, January 6, 2005

Sebagian Hidupku Yang Terindah

Akankah terus kamu ingat tiap penggalan yang kutulis?
Yang datang dari lubuk hati yang merah karena jatuh cinta
Ku merenung setiap pagi, siang dan malam
Hanya untuk menulis kata demi kata buat kamu mengerti

Kucoba cari kata yang tepat untuk ungkapan yang ada di dalam sini
Namun yang kutemukan hanyalah kegirangan luar biasa
Bukan karena pelukan kamu, bukan juga karena kecupan kamu
Tapi, karena diri kamu yang selalu ada di dalam hati aku

Mungkinkah jalan ini mampu kita lewati?
Aku berharap bukan sekedar kita lalui dan jalani
Bukan hanya masa sesaat dan lembaran hidup yang segera berlalu
Aku ingin masa ini dan yang akan datang jadi milik kita

Sudah sejauh ini kita berjalan dengan segala luka dan tawa
Tidakkah ada jalan yang lebih mudah untuk menggapainya?
Namun bila ini memang jalan satu-satunya yang harus ditempuh
Sekalipun terulang tiga kali, pasti akan sanggup diselesaikan juga

Kadang ingin rasanya aku pergi, berlari ke gunung
Atau, menyelam ke kedalaman samudera biru
Kadang kupikirkan untuk terbang menjauh dari semua ini
Namun bila aku berpaling, artinya aku meninggalkan sebagian hidupku yang terindah …
KAMU!

Kasih Itu Pribadi


KASIH ... Apa sih kasih itu? Lima huruf yang mudah disebut namun perlu pengalaman panjang untuk dapat mendefinisikannya. Banyak orang mendebat arti kata ini. Ada yang bilang kasih itu perasaan, ada yang bilang kasih itu perasaan cinta, bahkan ada yang bilang kasih itu omong kosong. Beberapa orang mencari sampai ke luar negeri, sebagian mencari dengan berdiam diri, namun hanya segelintir orang yang menemukan artinya.
Kalo mau dicari apa arti kata kasih, mungkin nasib kita nggak akan jauh dengan sebagian orang yang sampai detik ini mungkin masih mencari tahu apa artinya. Kasih itu bukan sesuatu yang harus dicari, karena memang nggak bisa dicari di mana pun. Kasih itu lebih seperti sebuah pribadi yang harus diusahakan kalo ingin mendapatkannya secara utuh. Nggak perlu berjalan terlalu jauh untuk menemukan kasih. Dia tersimpan rapih di dalam hati setiap manusia. Tuhan taruh itu dalam hati kita. Namun, seringkali manusia hidup nggak peduli dengan kasih. Mereka lebih senang hidup dengan berbagai macam emosinya. Yang beberapa emosi mereka sering di sebut sebagai kasih, padahal bukan.

Emang apa yang membedakan itu kasih atau bukan? Menjawab pertanyaan ini nggak semudah menanyakan pertanyaan itu sendiri. Yang jelas, kasih nggak bisa dimiliki dalam semalam. Tentu berbeda dengan marah, yang dalam sedetik bisa keluar begitu aja. Malah terkadang, keluar tanpa peduli kiri atau kanan. Bahkan mungkin marah keluar di saat kita sendiri tidak menginginkan. Atau, rasa takut, yang bisa menghantui kita dalam sekejab dan datang seperti pencuri di tengah malam. Kasih juga tidak seperti cinta, yang kadang cepat datang dan cepat juga pergi. Kasih itu harus dipelihara, layaknya seseorang memelihara anak. Kasih harus diasuh dari hari ke hari. Karena kasih nggak bisa datang dalam waktu sekejab saja. Saat seseorang mendapatkan kasih, dia harus belajar menggunakan kasih itu. Bawa kasih melewati berbagai kondisi dan situasi. Ajak kasih ke tempat tertinggi dalam hidup kita. Sampai akhirnya kasih itu menjadi dewasa dan nggak terpenjara dengan berbagai situasi kondisi dan emosi lain. Hal ini bukan semata-mata mematikan emosi lainnya. Tapi, bila kita sanggup menaruh kasih di atas segala sesuatu, kita akan melihat dunia lebih indah dan penuh warna.

Nah, terus gimana cara mendapatkan kasih? Pertanyaan ini akhirnya sampai juga. Lebih pendek dari pertanyaan sebelumnya, namun jawabannya lebih susah. Seperti kita tau, kasih itu sebenernya ada di dalam hati manusia. Setiap orang, baik atau jahat, cacat atau tidak, teroris atau tokoh terkemuka, kaya atau miskin, putih atau hitam, bodoh atau pintar, cerdas atau licik, semua memiliki kasih. Sebenernya kasih itu nggak perlu didapatkan. Karena dia akan keluar dengan sendiri, baik kita undang atau tidak, kita inginkan atau tidak. Kasih akan mengalir deras justru di saat segala sesuatu menjadi semakin buruk atau tak terkendali. Di saat segala sesuatu tidak seperti yang kita harapkan. Saat itulah biasanya ada bisikan kecil jauh di dalam hati kita, yang bila kita mau duduk diam dan beri sedikit waktu dan telinga kita untuk mendengar, akan ada pribadi yang terus mendengungkan tentang hal yang seharusnya kita lakukan. Dengarkanlah suara kecil itu dan ikuti. Jangan abaikan pribadi itu. Kalo kita abaikan, nasib kita nggak akan jauh seperti orang yang mencari kasih sampai ke luar negeri atau berniat ingin membeli kasih yang harganya tidak pernah ada itu.
Lucu memang mengatakan kasih itu seperti sebuah pribadi. Dan, rasanya sangat aneh bila kasih itu disebut sebagai pribadi yang hidup. Namun itulah kenyataannya. Itulah KASIH.

***Kasih yang sejati muncul dari relung hati
Yang tak pernah selalu meminta namun selalu membagi
Kasih yang sejati datang dari dasar jiwa
Yang tak pernah selalu menuntut namun selalu memberi***

Monday, January 3, 2005

Air Mata Untuk Kakak


Jangan menangis lagi kakakku
Dunia telah melihat betapa besar penderitaanmu
Bersabarlah, tunggu beberapa detik lagi
Adikmu di sini berusaha keras membantu dengan keringat dan air mata

Tahanlah kepedihanmu sebentar lagi saja
Jangan biarkan air mata membasahi pipimu terus
Mengucur deras tanpa henti
Tapi, kalau memang harus, biarlah itu menjadi yang terakhir

Ingatlah, dalam tangismu, ada tangisanku
Dalam jeritmu, ada jeritanku
Dalam harapmu, ada keinginanku
Dan, dalam setiap tarikan nafasmu, ada detak nyawaku

Dulu kita bersaudara, sampai detik ini pun kita tetap bersaudara
Saudara yang selalu berbagi dalam tawa dan air mata
'Tak akan ku langkahkan kakiku setapak pun sampai kamu berdiri lagi
Lihatlah kakak, matahari di timur sana telah menantimu tersenyum kembali

(Nanggroe Aceh Darussalam telah hancur dalam hitungan menit. Ratusan ribu jiwa melayang dalam sekejab mata. Hati manusia mana yang tidak ikut meratap dan menjerit bersamaan dengan perginya mereka. Kalau masih ada matahari dan bulan untuk hari esok, tentu ada masih ada harapan untuk kakakku, Aceh. Dia yang telah jatuh dan hancur akan bangkit kembali. Entah lusa, besok atau hari ini)

-dari: saya, yang menangis-