Thursday, December 15, 2005

Boleh bertemu sebentar?

Saya mungkin hanyalah sebutir pasir dalam segenggam pasir yang kamu miliki. Entah kamu sadar atau tidak akan keberadaan saya. Saya sendiri tidak tahu dan hanya bisa berharap saya cukup diperhitungkan buat kamu. Setiap kali saya berusaha mencuri perhatian kamu, seketika itu juga seisi jagad ini rasanya menyerang saya dan membuat kaki saya lemas terkulai. Menghalangi saya untuk tampil di depan kamu. Seperti ada tembok besar menyelak. Keinginan saya hanya ingin mencuri sedikit perhatian kamu, menginginkan kamu menoleh sebentar melihat saya. Ha ha ha, menyedihkan bukan? Yeah, saya akui itu menyedihkan sekali.

Kalau saya pikir-pikir betapa bodohnya diri saya ini. Kata orang pintar, orang bodoh itu tidak layak hidup. Lebih kejamnya lagi, katanya, tidak layak mendapat bagian udara segar yang berhembus setiap pagi. Saya terkadang juga berpikir demikian kalau sedang putus asa, sedang nelangsa tanpa pikiran yang jelas. Tapi apakah saya sebodoh itu. Ah, tidak juga sepertinya. Saya cukup pintar untuk bertahan hidup. Buktinya saya masih ada sampai sekarang. Benar tidak? Ah, mungkin itu hanya cara saya menghibur diri saja. Sebenarnya saya sedang menjalani hidup yang tidak lagi hidup. Entahlah mana yang benar.

Asal kamu tahu bahwa tidak semua orang seperti saya, lho. Saya punya beberapa kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Ha ha ha, lagi-lagi saya menghibur diri. Tapi benar kok saya punya beberapa kelebihan dibanding orang lain. Saya pintar berbicara, cepat berpikir dan cukup lucu. Itu sebuah kelebihan bukan, yah? Atau hanya kekurangan yang tidak saya sadari. Ah, masa bodo dengan apa kata orang. Yang penting saya merasa itu kelebihan. Itu jauh lebih penting bukan.

Hei, kenapa kamu tidak menyahut, minimal menanggapi, saat saya bertanya atau berkata-kata. Saya seperti berbicara sendiri. Huh, sangat menyebalkan merasa dekat dengan kamu yang jauh. Atau jangan-jangan ini bukan karena kamu yang jauh tapi saya yang telah menjauh dari kamu?

Jujur saja, saya selalu merasa kesepian saat tidak ada kamu. Hari-hari saya seperti hari libur yang sangat panjang. Mengerti kan maksudnya. Rasanya seperti mengisi botol air dengan angin dari si tukang tambal ban. Hi hi hi ... walaupun kadang-kadang saya rasa hal itu menyenangkan juga. Tidak memerlukan banyak tenaga atau pikiran. Duh, pemalas sekali yah saya ini. Maunya serba jadi, tinggal menikmati tanpa mau bekerja keras. Dasar pengecut! Yah, mungkin itu kata-kata yang tepat untuk saya jika dilihat dari kacamata kamu dan semua orang yang tahu tentang saya. Tidak apa-apa kok, saya bisa mengerti kalau kamu ingin mengatakan itu. Saya sendiri sering kali merasa seperti itu jauh di dalam hati saya.

Mmmh, ingat tidak saat pertama kali kita bertemu? Saat itu saya menangis dan mata saya bengkak, tidak seperti biasanya kalau saya menangis. Mungkin itu salah satu tangisan saya yang tercengeng sepanjang hidup. Saat itu saya ingat saya pernah mengatakan apa pun yang terjadi dalam hidup saya, saya tidak akan pernah meninggalkan kamu. Ingat tidak? Kalau saya ingat, harusnya kamu juga ingat masa-masa itu. Karena saya hanya pernah mengatakan hal itu satu kali selama nyaris 10 tahun kita kenal. Tahu nggak kamu kalau saya selalu ingat kata-kata itu. Itu kata-kata yang selalu saya pegang sampai hari ini. Kata-kata itu yang selalu menjadi senjata saya saat saya kalah berperang dan tergeletak nyaris mati diserbu tentara-tentara hitam, gelap dan jelek itu. Pernah saya kalah dan berpikir untuk melanggar janji saya itu, tapi saya ingat lagi kalau janji itu bukan pemanis di bibir tapi hutang hidup. Naif yah saya ini. Tapi itulah saya. Sebusuk-busuknya mangga, saya tetap akan mengatakan itu mangga. Sejorok-joroknya gembel, saya akan kekeuh mengatakan dia tetap manusia seperti semua orang yang saya lihat di dalam mall atau mikrolet.

Pertama kali saya berjalan bersama kamu, tahu tidak kamu saya merasa dunia ini adalah milik saya dan yang lain kontrak. He he he ... Tapi masa-masa itu sudah lewat. Saya merindukan masa-masa seperti itu. Masa-masa dimana hanya ada saya dan kamu. Masa-masa saya bisa menyentuh kamu dan memeluk kamu. Kira-kira bisa tidak yah saya berdoa dan berharap masa-masa itu kembali lagi? Bisa tidak yah saya gadaikan seluruh harta milik seperti motor, handphone atau kamera digital saya untuk merasakan masa-masa itu lagi? Bisa tidak waktu itu berputar lagi untuk kesekian kalinya? Ya ya ya, saya tahu itu tidak bisa dibeli oleh uang. Tidak dijual untuk orang seperti saya lebih tepatnya.

Sial sial sial, sungguh sial saya ini ... saya telah menggadaikan kamu hanya demi ego saya. Saya gadaikan kamu dengan sepiring kwetiaw goreng kesukaan saya di daerah Hayam Wuruk. Ya sudahlah, itu sudah menjadi resiko saya. Sudah menjadi sebuah tanggung jawab yang harus saya pikul selama udara masih keluar masuk dari hidung atau mulut saya.

Lho kok kamu menangis, sih? Sudahlah jangan menangisi saya nanti saya ikut menangis, lho. Saya meski telah memakai anting 4 buah, termasuk pria yang melow:p. Saya memang telah membuat salah yang tidak tertebus. Saya minta maaf, meski saya selalu merasa diri saya tidak termaafkan. Never mind, it's my own problem. Tapi ingat yah janji saya 10 tahun lalu itu, saya tidak akan pernah meninggalkan kamu sekalipun saya ada di dasar lubang tergelap sekalipun. Lebih tepatnya, kamu yang tidak pernah meninggalkan saya. Oh ya, setiap kali saya ingin meninggalkan kamu, ingatkan saya untuk membaca tulisan ini lagi yah. Kalau tulisan ini sudah hilang, ingatkan memori itu lagi yah. Kan itu ada di dalam kepala saya selamanya, tinggal kamu klik saja otak saya.

Ini bukan tulisan untuk mengucapkan selamat tinggal. Saya hanya ingin sedikit menyampaikan sesuatu yang tidak bisa saya sampaikan dalam bentuk kata-kata selama ini. Saya harap 5,10, 20 atau 30 tahun yang akan datang hubungan kita akan semakin membaik. Itu pun kalau saya masih bertahan hidup sampai umur 60an. Setidaknya saya punya tujuan dan harapanlah. Itu yang membuat manusia tetap hidup, bukan. He he he ... sok sekali yah saya ini, seperti dosen saja.

Oh ya, saya ingin bilang, mumpung masih sempat, kalau kamu itu seperti kelap kelip lampu kota Jakarta di daerah Sudirman saat malam hari. Warnanya memang tidak terang benderang seperti lampu di meja kerja saya tapi cahayanya tidak terlupakan buat setiap orang yang melihatnya meski hanya sekejab mata. Charming-lah istilahnya kalau diibaratkan dalam wujud manusia ...

Goodnite my treasure, goodnite my lovely one, goodnite my life, goodnite my breath, goodnite my bestfriend, goodnite my everything.

nb:Sungguh lega hati saya bertemu kamu lagi setelah kurang lebih 4 tahun tidak bertemu. Meski cuma 2 jam, cukuplah itu untuk menceritakan yang tidak terungkapkan selama ini.